Selasa, 02 Oktober 2012

terseret jarak

cerita sebelumnya "keterlambatan yang diharapkan" ...




Puas berpelukan, Sally dan Uty menghampiri kami bertiga yang dibuat iri melihatnya berpelukan hangat. Hanya bisa menunggu di mulut pintu

“Sally ..” panggil rika manis. Membuka lengan untuk menyambut pelukan Sally
“hati-hati ya. Selalu kasih kabar ke kita”
“iya pasti. Kau juga ya cerita-cerita kalo gecul jalan-jalan” pinta Sally
            selesai dengan rika, Sally berpelukan dengan Indra. Kemudian dia berdiri dihadapan Gue dengan senyumannya yang sedikit terlihat terpaksa, mencoba menutupi mimik sedihnya. Tak ingin keperihan rasa perpisahan semakin dalam, Gue hanya bisa mencubit pipinya yang berisi. Kalo boleh Gue kasih tau, saat itu adalah Pertama kalinya Gue mencubit pipinya. Berharap sentuhan itu bisa mengurangi rasa sakit, namun Gue sadar bahwa itu tak akan mempengaruhi apa-apa. Dan semoga itu bukan cubitan yang terakhir kalinya.
            Setelah berpamitan dengan kami, Sally pun beranjak ke anak tangga tempat dimana dia turun sebelumnya. Gerbang awal dari perpisahan kami dengannya. Sempat tak percaya ternyata hari ini, hal ini, terjadi juga.
            Sesampainya di atas, dia memutar tubuhnya ke arah kami sambil memegang boneka monyet kecilnya yang diberikan oleh Uty kepadanya sebagai kenang-kenangan.  lambaian tangan dan senyumnya mengawali langkahnya untuk beranjak kembali ke peron 1, dimana kereta Gadjayana sudah menunggu untuk mengantarkannya ke Malang

            Setelah yakin bahwa sosoknya lenyap, kami pun bergeser untuk duduk di dekat tiang di sisi sebelah kanan pintu keberangkatan. kami semua hening, angan dan pikiran kami sedang sibuk menyusuri koridor-koridor kenangan dan memori dimana Sally berada. Mencoba mengingat masa-masa lucu bersamanya. Suasana saat itu hanya dihiasi suara ramai orang yang berlalu lalang, dan pengumuan dari ujung speaker yang tergantung di atas tiang. Tangis Uty pun belum padam..
Tiba-tiba, Indra ..
            “eh! Ada kiriman voice note dari Sally nih!” Indra memberitahu kami sambil menunjukkan Hapenya.
            “mana-mana coba Gue mau denger dong” dengan sergap Uty yang masih dikuasai oleh rasa kangennya.
            “bentar yaa, Gue dengerin dulu. Gantian. pake headset”
            “iyaa” Uty mengangguk sambil menyeka air matanya.
Selesai mendengarkan, Indra memberikan Blackberry-nya kepada Uty.
Baru sebentar voice itu diputar, tangis Uty yang tadi sempat hilang, tiba-tiba muncul lagi. Embun di pelupuk mata Uty terlihat menumpuk. lagi. hanya menunggu gravitasi menjatuhkannya untuk membuat sungai kecil di pipi Uty. Terbawa dengan luapan emosi Uty, Gue pun jadi ikut penasaran dengan voice note yang dikirimkan oleh Sally.
Di voice note itu, dia bilang,
“switt makasih ya oleh-olehnya, makasih Al-Qur’an nya. kau juga jangan lupa sholat yaa, nanti ketemu aku di Malang. Love you”
Selesai mendengarkan voice note-nya, Gue sempat dibuat merenung oleh suaranya yang cukup lembut, menyiratkan perasaan sedih yang tergambar pada suaranya yang bervibra.

            Tak beberapa lama mamat datang berasama ayahnya Sally yang tadi sempat mengantar Sally sampai peron.
            “assalamualaikum de’, gak ketemu Sally ya tadi?” sapa Ayah Sally kepada kami yang masih duduk-duduk
            “wa’alaikum salam om. Ketemu ko, tadi Sally sempet turun sebentar kesini nyamperin kita” jawab kami sambil berdiri dan menyalami tangannya
            “Oh sempet ketemu, bagus lah. Soalnya tadi keretanya kan dateng jam 5 dan om gak liat kalian, om pikir kalian ga jadi kesini atau mungkin telat”
            “iya om kami telat, tadi sampe sini jam 17.15” Uty menjelaskan.
            “mat lu enak banget bisa nganter Sally sampe peron” seru Indra, mewakili perasaan iri kami semua yang hanya bisa mengantar sampai pintu keberangkatan
            “kalian telat sih, lagipula kan ga boleh banyak-banyak yang nganter ke dalem, Gue aja tadi sebenernya ga boleh masuk, tapi paksa aja. masa tas dan koper segitu banyak mau dibawa berdua doang sama Sally dan Mama nya” jawab mamat
            “yaudah, kalian pulang naik apa?” Tanya Ayah Sally
            “saya naik motor om sama rika” jawab mamat
            “kalo kami bertiga naik kereta” Uty, sambil menunjuk ke arah Gue dan Indra
            “oh kalian naik kereta juga, bareng sama om yuk”
            “oh iya om”
            “yaudah pulang sekarang yuk, udah sore juga”
            “iya nih udah jam enam kurang dan besok pun hari pertama kita kuliah” jawab Gue sambil melirik jam tangan
            Kami pun beranjak dari tiang dekat pintu keberangkatan, berjalan menuju pintu keluar stasiun, melewati kios-kios toko makanan dan beberapa kios yang menawarkan jasa travel.
Sesampainya di luar,
“kita ke stasiun cikini dulu aja ya, naik bajaj, habis itu baru terusin naik kereta ke depok” papar Ayah Sally kepada kami
“iya om” kami pun hanya bisa menurut

            Dari pintu gerbang gambir, kami menyebrang menuju deretan bajaj yang terparkir di pinggir jalan raya dekat tangga jembatan penyebrangan, dan kemudian kamipun menghampirinya.
            “bajaj pak?” tukang bajaj menawarkan jasanya kepada kami
            “cikini, 10 ribu ya?” tawar Ayah Sally
            “15 ribu deh pak” tukang bajaj balas menawar
            “udah 10 ribu aja, deket kan pak. Ya?”
            “yaudah deh, ayo”
            “yasudah ayo masuk duluan ty” Ayah Sally menawarkan Uty untuk memasuki bajaj lebih dulu.

            Awalnya Gue sempet ga mengira bahwa kita bener-bener akan naik bajaj. karena menurut Gue jumlah kita yang berempat cukup over untuk naik bajaj sekaligus. Apalagi Uty punya badan yang cukup subur.
            Uty masuk lebih dulu, kemudian dilanjutkan Indra, Gue dan ayahnya Sally. dengan kondisi ruang yang pas-pasan kami pun mengatur posisi kami agar muat 4 orang. Walaupun suasana saat itu cukup sempit entah kenapa Gue merasa saat itu adalah  momen yang cukup menarik. Saking dekatnya jarak, kami pun tak segan untuk berbicara, saling bertanya dan tak sedikit melemparkan jokes kepada ayahnya Sally yang padahal kami terpaut umur cukup jauh.
            Sesekali Gue memperhatikan Ayah Sally yang cukup tenang menikmati perjalanan sambil mengamati pemandangan jalan raya yang tergambar dari jendela bajaj. Mencoba mengamati dan mencari kesamaan sifat yang dimiliki oleh dia dengan Sally.
hanya saja terkadang Gue suka merasa lucu sendiri kala melihat ada kesamaan perilaku, sifat ataupun tingkah laku dari seorang ayah atau ibu dengan anaknya. Ga tau kenapa, tapi menurut Gue itu sesuatu yang lucu dan menarik.

Sesampainya di stasiun cikini kami pun bergegas melangkah ke arah loket karcis, mencoba mengejar waktu agar mendapatkan kereta yang jam kedatangannya berdekatan dengan kedatangan kami disana. ‘Jakarta Kota – Depok. 18:30’ kalimat yang tertulis di karcis yang baru saja kami beli. Ternyata kami belum terlambat, masih ada waktu sekitar 15 menit lagi untuk menunggu. Lumayan untuk  beristirahat dengan sekedar duduk-duduk di kursi peron.
Belum sampai 15 menit kereta jurusan depok sudah datang. Tumben kedatangan kereta tidak terlambat, bahkan datang sebelum waktunya. In time.
Segera kami masuk ke kereta yang saat itu penumpangnya belum terlalu ramai, karena kereta itu kereta balik yang berangkat dari Jakarta kota, artinya belum terlalu banyak stasiun yang dilewatinya pada jalur perjalanan ke depok ini. Sekalipun belum ramai namun tidak ada kursi yang terlihat kosong, hampir semuanya diisi. Sekalipun ada butuh kalimat “permisi” kepada penumpang disampingnya untuk duduk disitu, karena celah yang tersisa cukup kecil. Membuat penumpang lain bergeser. Karena Gue orangnya Sedikit sungkan, jadi menurut Gue lebih baik berdiri daripada harus menimbulkan perbincangan yang sedikit saja bisa menjadi perhatian penumpang lain.

Stasiun manggarai sudah lewat namun penumpang hampir masih seperti tadi, tidak terlalu bertambah signifikan. Kondisi itu Gue manfaatkan untuk duduk lesehan di dekat pintu, begitu juga dengan Indra, namun tidak dengan Uty dan Ayah Sally. Uty duduk dibangku tepat disamping pintu, sedangkan Ayah Sally tetap berdiri di depan kursi prioritas dengan tangannya yang menggantung di handle meskipun sedari tadi sudah ditawari duduk oleh Uty.
Suasana saat itu sangat sunyi, masing-masing penumpang seperti sedang berdialog dengan pikiran mereka masing-masing, entah itu tentang pekerjaan mereka, urusan rumah tangga mereka atau bahkan asmara mereka. Tidak ada yang tau kecuali mereka sendiri. Dan Gue? Gue biarkan Pikiran dan angan Gue terbang bebas di tengah-tengah koridor dimana file-file yang terdapat ingatan tentang Sally tersimpan. Disitu angan Gue membuka tiap lembar kejadian yang pernah Gue alami bersama dia dan gecul. Gue biarkan imajinasi menjadi semakin liar, karena Gue tahu bahwa saat itu hanya cara itulah yang setidaknya bisa menggusah kan rindu, walau hanya secuil.

Setengah jam sudah kubiarkan anganku berlari. Gue coba melihat pemandangan di luar dari bayangan yang terproyeksi di jendela kereta yang sangat temaram. Gue memicingkan mata agar bisa melihat lebih fokus. Mencari-cari plang yang bisa memberitahu Gue di stasiun manakah sekarang. ternyata Benar saja, sudah sampai di stasiun tujuanku.
Tepat setelah kereta berhenti, kami turun,
“kalian mau langsung pulang?” Tanya Ayah Sally kepada kami “kalo iya hati-hati ya”
“iya om mau langsung pulang” jawab Uty, kemudian dilanjutkan bertanya “om pulang naik apa?”
“mungkin dijemput suban atau naik angkot”
“bareng azmi aja om, dia sendiri tuh naik motornya” tawar Uty tanpa memberi peringatan kepada Gue dulu. Sekalipun begitu, tanpa peringatan atau tidak, penawaran itu pasti Gue setujui.
“iya om sama saya aja, saya sendiri ko’. Lagipula habis ini saya gak kemana-mana lagi, engga ada acara” tambah Gue
“oh gitu, kalo emang gak merepotkan yasudah, boleh”

Perbincangan itu kemudian kami lanjutkan dengan berjalan ke arah parkiran. Gue keluarkan motor Gue dan kemudian Gue persilahkan Ayah Sally untuk naik.
            “yak sudah” Ayah Sally memberitahu Gue.
            “udah? Oke” jawab Gue dengan nada yang mirip dengan pertanyaan, kemudian dilanjutkan dengan bismillah.
            “oh iya nama kamu tadi siapa?”
            “nama saya Azmi om hehe”
            “Azmi .. Azmi .. , kuliah dimana sekarang?”
            “kuliah di PNJ om, teknik listrik” jawab Gue
            “PNJ .. PNJ tuh dimana ya?” tanyanya
            “PNJ itu dulu Poltek UI, sekarang sudah misah dengan kepengurusan UI dan mengganti nama menjadi PNJ, Politeknik Negeri Jakarta” jelas Gue
            “oh iya iya Poltek UI ya”
Kalimat nya tadi seperti menutup perbincangan Gue dengannya malam itu. Tak lama kami pun sampai di depan rumahnya. Rumah Sally. Gue menatap dengan khusyuk rumah yang selama 2 tahun terakhir ini sering menjadi tempat berkumpul kami. Gecul. Iya Gecul. Itu adalah nama Geng kami. bukan geng juga sih sebenarnya hanya saja biar ada panggilan yang simple untuk mewakili kami bersepeluh (ya gecul terdiri dari 10 orang) jadi kami memakai nama Gecul.
“Nampaknya mulai dari sekarang ini kami tidak lagi mempunyai alasan untuk sering-sering ke rumah mu lagi sal, karna tempat ini adalah tempat tujuan dari alasan ‘mau ngumpul sama gecul’, karena kini gecul sedang tidak lengkap. Hanya SEDANG, bukan TIDAK LAGI lengkap. Karena Gue percaya suatu saat nanti gecul bisa lengkap lagi ..”
pikiran Gue seolah berbicara sendiri, membuat kenyataan semakin tajam dan runcing untuk segera menghunus rongga dada Gue. Mengasah sepi untuk segera menguliti hati yang telah lama dibuat berbunga olehnya. Oleh mu

untukmu; Jangan lupain kita yaa, dan Kau harus sukses disana. Gak mau tau! Kita udah rela-relain jauh dari kamu



Semoga Allah selalu Melindungi dan Menjagamu
Dan ..
Bolehkah aku mencubit pipimu lagi,
Nanti ..??         :)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar