cerita sebelumnya "keterlambatan yang diharapkan" ...
Puas
berpelukan, Sally dan Uty menghampiri kami bertiga yang dibuat iri melihatnya
berpelukan hangat. Hanya bisa menunggu di mulut pintu
“Sally ..” panggil rika manis. Membuka lengan untuk
menyambut pelukan Sally
“hati-hati ya. Selalu kasih kabar ke kita”
“iya pasti. Kau juga ya cerita-cerita kalo gecul
jalan-jalan” pinta Sally
selesai dengan rika, Sally
berpelukan dengan Indra. Kemudian dia berdiri dihadapan Gue dengan senyumannya
yang sedikit terlihat terpaksa, mencoba menutupi mimik sedihnya. Tak ingin
keperihan rasa perpisahan semakin dalam, Gue hanya bisa mencubit pipinya yang
berisi. Kalo boleh Gue kasih tau, saat itu adalah Pertama kalinya Gue mencubit
pipinya. Berharap sentuhan itu bisa mengurangi rasa sakit, namun Gue sadar
bahwa itu tak akan mempengaruhi apa-apa. Dan semoga itu bukan cubitan yang
terakhir kalinya.
Setelah berpamitan dengan kami, Sally
pun beranjak ke anak tangga tempat dimana dia turun sebelumnya. Gerbang awal
dari perpisahan kami dengannya. Sempat tak percaya ternyata hari ini, hal ini, terjadi
juga.
Sesampainya di atas, dia memutar
tubuhnya ke arah kami sambil memegang boneka monyet kecilnya yang diberikan
oleh Uty kepadanya sebagai kenang-kenangan. lambaian tangan dan senyumnya mengawali
langkahnya untuk beranjak kembali ke peron 1, dimana kereta Gadjayana sudah
menunggu untuk mengantarkannya ke Malang
Setelah yakin bahwa sosoknya lenyap,
kami pun bergeser untuk duduk di dekat tiang di sisi sebelah kanan pintu
keberangkatan. kami semua hening, angan dan pikiran kami sedang sibuk menyusuri
koridor-koridor kenangan dan memori dimana Sally berada. Mencoba mengingat
masa-masa lucu bersamanya. Suasana saat itu hanya dihiasi suara ramai orang
yang berlalu lalang, dan pengumuan dari ujung speaker yang tergantung di atas
tiang. Tangis Uty pun belum padam..
Tiba-tiba,
Indra ..
“eh! Ada kiriman voice note dari Sally nih!” Indra
memberitahu kami sambil menunjukkan Hapenya.
“mana-mana coba Gue mau denger dong”
dengan sergap Uty yang masih dikuasai oleh rasa kangennya.
“bentar yaa, Gue dengerin dulu. Gantian.
pake headset”
“iyaa” Uty mengangguk sambil menyeka
air matanya.
Selesai
mendengarkan, Indra memberikan Blackberry-nya
kepada Uty.
Baru sebentar voice
itu diputar, tangis Uty yang tadi sempat hilang, tiba-tiba muncul lagi. Embun
di pelupuk mata Uty terlihat menumpuk. lagi. hanya menunggu gravitasi
menjatuhkannya untuk membuat sungai kecil di pipi Uty. Terbawa dengan luapan
emosi Uty, Gue pun jadi ikut penasaran dengan voice note yang dikirimkan oleh Sally.
Di voice note itu,
dia bilang,
“switt makasih ya oleh-olehnya, makasih Al-Qur’an nya. kau
juga jangan lupa sholat yaa, nanti ketemu aku di Malang. Love you”
Selesai
mendengarkan voice note-nya, Gue
sempat dibuat merenung oleh suaranya yang cukup lembut, menyiratkan perasaan
sedih yang tergambar pada suaranya yang bervibra.
Tak beberapa lama mamat datang
berasama ayahnya Sally yang tadi sempat mengantar Sally sampai peron.
“assalamualaikum de’, gak ketemu Sally
ya tadi?” sapa Ayah Sally kepada kami yang masih duduk-duduk
“wa’alaikum salam om. Ketemu ko,
tadi Sally sempet turun sebentar kesini nyamperin kita” jawab kami sambil
berdiri dan menyalami tangannya
“Oh sempet ketemu, bagus lah.
Soalnya tadi keretanya kan dateng jam 5 dan om gak liat kalian, om pikir kalian
ga jadi kesini atau mungkin telat”
“iya om kami telat, tadi sampe sini
jam 17.15” Uty menjelaskan.
“mat lu enak banget bisa nganter Sally
sampe peron” seru Indra, mewakili perasaan iri kami semua yang hanya bisa
mengantar sampai pintu keberangkatan
“kalian telat sih, lagipula kan ga boleh
banyak-banyak yang nganter ke dalem, Gue aja tadi sebenernya ga boleh masuk, tapi
paksa aja. masa tas dan koper segitu banyak mau dibawa berdua doang sama Sally
dan Mama nya” jawab mamat
“yaudah, kalian pulang naik apa?”
Tanya Ayah Sally
“saya naik motor om sama rika” jawab
mamat
“kalo kami bertiga naik kereta” Uty,
sambil menunjuk ke arah Gue dan Indra
“oh kalian naik kereta juga, bareng
sama om yuk”
“oh iya om”
“yaudah pulang sekarang yuk, udah
sore juga”
“iya nih udah jam enam kurang dan
besok pun hari pertama kita kuliah” jawab Gue sambil melirik jam tangan
Kami pun beranjak dari tiang dekat
pintu keberangkatan, berjalan menuju pintu keluar stasiun, melewati kios-kios
toko makanan dan beberapa kios yang menawarkan jasa travel.
Sesampainya
di luar,
“kita ke stasiun cikini dulu aja ya, naik bajaj, habis itu
baru terusin naik kereta ke depok” papar Ayah Sally kepada kami
“iya om” kami pun hanya bisa menurut
Dari pintu gerbang gambir, kami
menyebrang menuju deretan bajaj yang terparkir di pinggir jalan raya dekat
tangga jembatan penyebrangan, dan kemudian kamipun menghampirinya.
“bajaj pak?” tukang bajaj menawarkan
jasanya kepada kami
“cikini, 10 ribu ya?” tawar Ayah Sally
“15 ribu deh pak” tukang bajaj balas
menawar
“udah 10 ribu aja, deket kan pak.
Ya?”
“yaudah deh, ayo”
“yasudah ayo masuk duluan ty” Ayah Sally
menawarkan Uty untuk memasuki bajaj lebih dulu.
Awalnya Gue sempet ga mengira bahwa
kita bener-bener akan naik bajaj. karena menurut Gue jumlah kita yang berempat
cukup over untuk naik bajaj sekaligus. Apalagi Uty punya badan yang cukup
subur.
Uty masuk lebih dulu, kemudian
dilanjutkan Indra, Gue dan ayahnya Sally. dengan kondisi ruang yang pas-pasan
kami pun mengatur posisi kami agar muat 4 orang. Walaupun suasana saat itu cukup
sempit entah kenapa Gue merasa saat itu adalah
momen yang cukup menarik. Saking dekatnya jarak, kami pun tak segan
untuk berbicara, saling bertanya dan tak sedikit melemparkan jokes kepada
ayahnya Sally yang padahal kami terpaut umur cukup jauh.
Sesekali Gue memperhatikan Ayah Sally
yang cukup tenang menikmati perjalanan sambil mengamati pemandangan jalan raya
yang tergambar dari jendela bajaj. Mencoba mengamati dan mencari kesamaan sifat
yang dimiliki oleh dia dengan Sally.
hanya saja terkadang Gue suka merasa lucu sendiri kala
melihat ada kesamaan perilaku, sifat ataupun tingkah laku dari seorang ayah
atau ibu dengan anaknya. Ga tau kenapa, tapi menurut Gue itu sesuatu yang lucu
dan menarik.
Sesampainya di stasiun cikini kami pun bergegas melangkah ke
arah loket karcis, mencoba mengejar waktu agar mendapatkan kereta yang jam
kedatangannya berdekatan dengan kedatangan kami disana. ‘Jakarta Kota – Depok.
18:30’ kalimat yang tertulis di karcis yang baru saja kami beli. Ternyata kami
belum terlambat, masih ada waktu sekitar 15 menit lagi untuk menunggu. Lumayan
untuk beristirahat dengan sekedar
duduk-duduk di kursi peron.
Belum sampai 15 menit kereta jurusan depok sudah datang.
Tumben kedatangan kereta tidak terlambat, bahkan datang sebelum waktunya. In
time.
Segera kami masuk ke kereta yang saat itu penumpangnya belum
terlalu ramai, karena kereta itu kereta balik yang berangkat dari Jakarta kota,
artinya belum terlalu banyak stasiun yang dilewatinya pada jalur perjalanan ke
depok ini. Sekalipun belum ramai namun tidak ada kursi yang terlihat kosong,
hampir semuanya diisi. Sekalipun ada butuh kalimat “permisi” kepada penumpang
disampingnya untuk duduk disitu, karena celah yang tersisa cukup kecil. Membuat
penumpang lain bergeser. Karena Gue orangnya Sedikit sungkan, jadi menurut Gue
lebih baik berdiri daripada harus menimbulkan perbincangan yang sedikit saja
bisa menjadi perhatian penumpang lain.
Stasiun manggarai sudah lewat namun penumpang hampir masih
seperti tadi, tidak terlalu bertambah signifikan. Kondisi itu Gue manfaatkan
untuk duduk lesehan di dekat pintu, begitu juga dengan Indra, namun tidak
dengan Uty dan Ayah Sally. Uty duduk dibangku tepat disamping pintu, sedangkan Ayah
Sally tetap berdiri di depan kursi prioritas dengan tangannya yang menggantung
di handle meskipun sedari tadi sudah
ditawari duduk oleh Uty.
Suasana saat itu sangat sunyi, masing-masing penumpang
seperti sedang berdialog dengan pikiran mereka masing-masing, entah itu tentang
pekerjaan mereka, urusan rumah tangga mereka atau bahkan asmara mereka. Tidak
ada yang tau kecuali mereka sendiri. Dan Gue? Gue biarkan Pikiran dan angan Gue
terbang bebas di tengah-tengah koridor dimana file-file yang terdapat ingatan
tentang Sally tersimpan. Disitu angan Gue membuka tiap lembar kejadian yang pernah
Gue alami bersama dia dan gecul. Gue biarkan imajinasi menjadi semakin liar,
karena Gue tahu bahwa saat itu hanya cara itulah yang setidaknya bisa menggusah
kan rindu, walau hanya secuil.
Setengah jam sudah kubiarkan anganku berlari. Gue coba
melihat pemandangan di luar dari bayangan yang terproyeksi di jendela kereta
yang sangat temaram. Gue memicingkan mata agar bisa melihat lebih fokus.
Mencari-cari plang yang bisa memberitahu Gue di stasiun manakah sekarang.
ternyata Benar saja, sudah sampai di stasiun tujuanku.
Tepat setelah kereta berhenti, kami turun,
“kalian mau langsung pulang?” Tanya Ayah Sally kepada kami
“kalo iya hati-hati ya”
“iya om mau langsung pulang” jawab Uty, kemudian dilanjutkan
bertanya “om pulang naik apa?”
“mungkin dijemput suban atau naik angkot”
“bareng azmi aja om, dia sendiri tuh naik motornya” tawar Uty
tanpa memberi peringatan kepada Gue dulu. Sekalipun begitu, tanpa peringatan
atau tidak, penawaran itu pasti Gue setujui.
“iya om sama saya aja, saya sendiri ko’. Lagipula habis ini
saya gak kemana-mana lagi, engga ada acara” tambah Gue
“oh gitu, kalo emang gak merepotkan yasudah, boleh”
Perbincangan
itu kemudian kami lanjutkan dengan berjalan ke arah parkiran. Gue keluarkan
motor Gue dan kemudian Gue persilahkan Ayah Sally untuk naik.
“yak sudah” Ayah Sally memberitahu Gue.
“udah? Oke” jawab Gue dengan nada
yang mirip dengan pertanyaan, kemudian dilanjutkan dengan bismillah.
“oh iya nama kamu tadi siapa?”
“nama saya Azmi om hehe”
“Azmi .. Azmi .. , kuliah dimana
sekarang?”
“kuliah di PNJ om, teknik listrik”
jawab Gue
“PNJ .. PNJ tuh dimana ya?” tanyanya
“PNJ itu dulu Poltek UI, sekarang
sudah misah dengan kepengurusan UI dan mengganti nama menjadi PNJ, Politeknik
Negeri Jakarta” jelas Gue
“oh iya iya Poltek UI ya”
Kalimat nya tadi seperti menutup perbincangan Gue dengannya
malam itu. Tak lama kami pun sampai di depan rumahnya. Rumah Sally. Gue menatap
dengan khusyuk rumah yang selama 2 tahun terakhir ini sering menjadi tempat
berkumpul kami. Gecul. Iya Gecul. Itu adalah nama Geng kami. bukan geng juga
sih sebenarnya hanya saja biar ada panggilan yang simple untuk mewakili kami
bersepeluh (ya gecul terdiri dari 10 orang) jadi kami memakai nama Gecul.
“Nampaknya mulai dari sekarang ini kami tidak lagi mempunyai
alasan untuk sering-sering ke rumah mu lagi sal, karna tempat ini adalah tempat
tujuan dari alasan ‘mau ngumpul sama gecul’, karena kini gecul sedang tidak
lengkap. Hanya SEDANG, bukan TIDAK LAGI lengkap. Karena Gue percaya suatu saat
nanti gecul bisa lengkap lagi ..”
pikiran Gue seolah berbicara sendiri, membuat kenyataan
semakin tajam dan runcing untuk segera menghunus rongga dada Gue. Mengasah sepi
untuk segera menguliti hati yang telah lama dibuat berbunga olehnya. Oleh mu
untukmu; Jangan lupain kita yaa, dan Kau harus sukses
disana. Gak mau tau! Kita udah rela-relain jauh dari kamu
Semoga Allah selalu
Melindungi dan Menjagamu
Dan ..
Bolehkah aku mencubit
pipimu lagi,
Nanti ..?? :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar