Rabu, 22 Agustus 2012

hilang


"tahu kah kau caranya menghilangkan rasa berharap?
agar aku bisa merasa Bebas tanpa rasa 
Takut"



Sabtu, 18 Agustus 2012

Happy Eid Mubarak



Jaalanallahu wa iyyakum minal aidin wal faizin
semoga ALLAH menjadikan kami dan anda sebagai orang-orang yang kembali dan beruntung


Selamat Hari Raya Idul Fitri!!



atas nama pribadi saya Mohon Maaf atas kekhilafan, keingkaran, dan kebodohan saya selama ini.
mohon maaf atas lisan yang tak terjaga,
untuk mata yang tak terpelihara,

dan untuk entry-entry saya yang mungkin kurang berkenan di hati para pembaca ...

  
semoga ALLAH masih memberi kita kesempatan untuk bertemu dengan Ramadhan 
 selanjutnya, selanjutnya dan selanjutnyaa .. 


sesungguhnya hanya ALLAH lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang :))


"Perahu Kertas" On the Movie


               Akhirnyaa … setelah ditunggu-tunggu, "Perahu Kertas" On The Movie guys! Hahaha


Antusias gue mau nonton filmnya karna, menurut gue novelnya sendiri bagus badai! namun yang buat gue ragu sama filmnya adalah karna ga sedikit Novel yang dibuatkan film ternyata hasilnya gak sebagus novelnya. Selain karna terbatasnya durasi, film juga kadang tak mampu memproyeksikan apa yang kita bayangkan dan imajinasikan saat baca suatu Novel. Gue harap sih filmnya bagus

 Kelebihan dari novelnya menurut gue bahasanya enteng dan sederhana, ga perlu banyak mikir untuk memahami teks dan dialognya, trus karakter yang ada di dalam novelnya kuat banget dan berkarakter, terutama kedua peran utamanya yaitu Kugy dan Keenan.

            Tersampaikan secara jelas bagaimana sifat Kugy yang cuek, apa adanya, ekstrover dan ceria. Dan sifat Keenan yang introver, pendiam, cenderung menjauh dan lebih suka menyepi. Sangat bertolak belakang banget. Gak kalah berkarakternya juga sifat Eko yaitu sepupunya Keenan, yang dapat gue rasain dari tokoh si Eko, sifatnya itu ceria, Gokil, dan gak sungkan untuk nolong orang. Banyak kata-kata atau dialog si Eko yang gak jarang bikin gue ngakak sendiri. 

Oiya ngomong-ngomong daritadi gue nyerocos panjang lebar, sebelumnya lu udah tau belum novel Perahu Kertas? Udah Pernah Baca Sebelumnya?

            Jika kalian belum baca, dan kalian adalah remaja yang haus akan cerita cinta remaja, novel perahu kertas ini High Recommended banget deh. Gue akan coba kilas sedikit synopsis dari Novel Perahu Kertas ini..

Synopsis:


Kugy dan Keenan. Dua manusia yang dapat diibaratkan seperti bumi dan langit. Kugy memiliki penampilan berantakan namun ia memiliki imaginasi yang tinggi. Sedangkan Keenan, merupakan sosok yang cerdas dan pelukis hebat nan artistik. Cerita bermula pada saat mereka berdua kuliah di Bandung. Kugy, yang bercita-cita kepingin jadi penulis dongeng, kuliah pada Fakultas Sastra. Dia memiliki kebiasaaan unik, yakni suka membuat perahu kertas yang kemudian diahnyutkannya pada laut ataupun sungai. Keenan, pelukis muda berbakat, dipaksa buat kuliah pada Fakultas Ekonomi sama ayahnya. Bersama sama sahabat Kugy dari kecil, Noni, juga pacar Noni yakni Eko, yang juga merupakan sepupu Keenan, mereka berempat jadi geng kompak. Dari yang awalnya sama-sama mengagumi, Kugy dan Keenan diam- diam saling jatuh cinta. Tetapi berbagai hal menghalangi mereka.

Kugy telah memiliki seorang cowok yang tidak mudah ia tinggalkan. Dalam hati Keenan, terbersit rasa cinta itu namun ia juga berusaha untuk menampiknya. Noni pun mempunyai rencana untuk mencomblangi Keenan dengan sepupunya Wanda karna merasa iba melihat Keenan yang belum mempunyai pacar. Wanda dan Keenan seperti sosok yang senasib. Keduanya berbakat menjadi pelukis namun kedua orang tua mereka jugalah yang tidak setuju karena orang tua mereka berpendapat bahwa lukisan tidak bisa menghasilkan uang untuk hidup. Karena merasa senasib, hubungan keduanya semakin dekat. Namun, saat Kugy melihat hal itu, ia sangat cemburu dan ia juga berusaha untuk menampiknya. Toh, dia juga sudah punya cowok. Tak hanya sampai situ, banyak juga konflik yang timbul dan berkembang hanya karena perasaan yang terpendam di hati masing-masing (Kugy dan Keenan).

Kayaknya gue ga perlu secara lengkap kasih synopsis perahu kertas ke kalian ya guys. intinya novelnya itu seru dan sangat memainkan emosi para pembaca. So … lets read the book! Or just watch the movie!

Bagi yang penasaran dengan film “Perahu Kertas” ini gue kasih liat trailernya …



Dan, Entah kenapa sekarang ini gue jadi suka dan seneng banget kalo ngeliat Maudy Ayunda  setelah gue tau bahwa artis remaja putri yang berperan sebagai Kugy adalah dia. Karna dari novelnya sendiri gue cukup kagum dan suka sama kepribadian Kugy yang cuek, tampil apa adanya tanpa harus ribet dan sibuk mendandani dirinya sekedar untuk tampil menyenangi orang lain, dan gak berjalan diatas ‘apa kata orang’. Intinya dia bisa jadi dirinya sendiri. Itu yang bikin gue suka sama kepribadiannya. Salut

Dan ini MV dari OST Perahu Kertas. Sumpah gue suka banget Maudy Ayunda disini. Gak bosen diliatnya haha :D



Enjoy ..



Jumat, 17 Agustus 2012

bagaimana keadaanmu?

Kita ketemu lagi ya?
Rabu, 15 agustus 2012 – Es Teler 77 – 17:28 WIB

Setelah sekitar 8 bulan lebih kita ga ketemu secara sengaja.

Dulu ... Mulanya, Kita mulai menjauh saat di pesta ulang tahun temen kita. kamu dateng minta bareng dengan ku, sedikit ga nyaman sebenarnya perasaan ku waktu itu karna kita udah putus tapi kamu masih terlalu dekat denganku, kau tak lelahnya mencoba memperkecil jarak, masih mencoba mencari celah agar bisa menjalin hubungan seperti dulu, mencoba untuk balik lagi ke masa dimana kita saling bertukar rasa yang sama. 

Saat ditengah pesta aku sempat memperhatikan mu yang mulai sibuk dengan HP mu sendiri. bukan pertama kali sebenarnya kau sibuk dengan benda itu, tapi kali ini berbeda, kau sangat menikmati perbincangan melalui pesan singkat kala itu. Tergelitik untuk mengetahui dengan siapa kau sedang berbincang. Bola mata ku mencari celah dari ekor mata untuk melihat siapakah orang yang asik ngobrol denganmu sampai-sampai keramaian yang menjadi selimut acara itu kau abaikan dengan mudahnya. 
Terlihat. Berhasil ku lihat jelas nama si pengirim di inbox-mu. Aku tak mengenal nama itu tapi jelas tersirat bahwa nama tersebut dimiliki oleh seorang laki-laki. bukan pertama kali pula kau berkirim pesan dengan teman pria-mu, tapi sekali lagi saat itu berbeda. Terproyeksi jelas ke mata ku ada kata ‘sayang’ yang dilontarkan pria itu kepadamu di dalam pesan itu.
Mungkinkah akhirnya kau menemukan tempat lain? Tempat melabuhkan semua perhatianmu yang telah aku sia-siakan mulai dari kita sepakat untuk putus?
Tiba-tiba kau berkata tanpa peringatan
nanti kamu ga perlu nganter aku pulang
Ada perasaan lega saat ku tahu tidak harus mengantarmu pulang.
            yaudah, Terus nanti mau pulang sama siapa? ada yang jemput?
            ada, ‘R’ mau jemput aku
            R? siapa tuh? Ciyee pacar barunya yaa haha akhirnya punya pengganti gue juga haha
            apasih norak deh. cemburu ya? Haha cemburu kaaan?
Aku hanya terkekeh dan tertawa mendengar ledekannya, namun tawa dan senyum ku saat itu terasa sangat hambar.

Perasaan ku saat itu sangat abstrak. Sangat Sulit dijelaskan. Bertanya-tanya pada diriku sendiri, apakah aku puas dengan dirimu yang berhasil menemukan seseorang yang membalas cintamu? Apakah aku salah tidak merasakan kebahagiaan yang sama? Apakah aku puas dengan penghianatan terhadap perasaan ku sendiri? Apakah aku merasa bebas dengan dirimu yang sudah dimiliki orang lain? Meskipun perasaan itu sudah ku kubur jauh-jauh hari saat kita berpisah, namun entah kenapa saat itu masih terasa. Kuburan itu seperti masih basah

Aku juga mau ngucapin selamat sama kamu. Selamat Yaa!! kau berhasil masuk Universitas Brawijaya, Fakultas Pertanian kan? Hehe mau jadi penerus Mama mu nih ceritanya? Semoga sukses ya disana.
Acara buka puasa bersama kemarin mempertemukan kita lagi. Disitu kau cukup berbeda. Kau terlihat rapuh, tak bersemangat dan sedikit kaku. Mungkinkah karna ada perasaan grogi bertemu denganku? Karna aku juga merasakan grogi . atau mungkin kau sedang diselubungi banyak masalah seputar pendidikanmu, keluarga mu, atau … kekasih mu?

Aku tak berhak tahu

Sempat khawatir melihat keadaan mu yang sekarang, kau lebih kurus dibanding dengan terakhir kita bertemu. Rambut mu juga berbeda, terlihat lebih berwarna coklat, yaa walau ku tahu kau mewarnainya dengan sengaja. Tapi melalui sudut pandang ku sepertinya kurang cocok dengan badanmu yang mulai kurus. Hihi maaf kalo kau merasa aku belum berubah, masih saja terlalu memperhatikan penampilan fisik. Tapi itulah yang kulihat.

Semoga semua perkiraan ku salah. Semoga kau baik-baik saja.


Untukmu yang pernah memiliki ku
Kau benar baik-baik saja kan?


Ayam Kecap


Suara bising pukul 4:15 pagi cukup menghempaskan beban yang ada dimata gue . Gue terbangun dengan raut yang masih linglung dengan satu mata masih tertutup. Detik pertama gue bangun, gue tau bahwa hari ini bulan puasa dan musti saur. Dengan nyawa yang baru 70% terkumpul gue jalan dengan lunglai nya ke ruang tv untuk saur. Disana sudah ada Bokap dan Nyokap gue. Tiba-tiba nyokap dengan sedikit ngomel ngomong, 

“tuhkan kita kesiangan , mana sayur cah kangkungnya belom dimasak lagi!” sambil menunjukkan baskom yang berisi sayur kangkung beserta bumbunya

“bangunin adek kamu tuh!” lanjut nyokap memerintah

“emang sekarang jam berapa sih? Masak aja dulu Maa gapapa ko. ditungguin” gue ngomong lebih mirip orang berkumur. faktor ngantuk

“apanya yang dimasak, sekarang udah jam 4:15 lewat, ga bakal sempet. Papa kamu tuh gimana sih, udah bangun jam setengah 4 bukannya bangunin mama malah Cuma nonton tv. Keasyikan nonton baru sadar udah jam 4 lewat, baru deh bangunin Mama!” 

            “ beli lauk diluar aja ma, warteg di depan Gang buka ko sahur-sahur gini” dengan santainya bokap memberi pendapat dengan remote teve yang masih melekat di tangannya. Masih asik memperhatikan acara yang gue ga tau itu apa. Ga sempet memperhatikan

            “yaudah ga ada pilihan lain, mau apa lauknya?” Tanya nyokap ke gue dan Papa dengan sedikit rasa kesal yang masih menggelayuti. Dengan kompaknya – gue dan papa – jawab,

            “terserah Mama, yang ada aja disana”

“oke, kamuu jangan lupa bangunin adekmu tuh, ntar dia ngamuk kalo ga dibangunin saur!”
            “iya Maa” sembari garuk-garuk kepala

Gak lama gue ke kamar adek gue untuk bangunin dia. Melihatnya masih dibungkus selimut karna udara dingin subuh hari membuat gue iri untuk melanjutkan kegiatan rutin sakral gue. Tidur

            “Woy! Banguun! udah mau subuh!” sambil menggoyang-goyang kan badannya yang mirip kepompong

            “ah lu mah tiap bangunin saur gitu mulu. Kemarin lu bangunin gue masih jam 3 juga lu bilang udah mau subuh” jawab adek gue dengan perasaan tak percaya seratus persen

“serius… terserah ye lu mau percaya apa engga, jangan marah kalo tau-tau denger azan dan lu gak saur. Intinya gue udah ngebangunin” dengan sedikit cuek gue pergi dari kamarnya

tak lama terdengar suara orang sholawatan dari arah speaker masjid. Kontan adek gue yang tadinya anteng dibungkus selimut dengan sergapnya loncat dari kasurnya. Kaget Menyadari bahwa saat itu memang sudah hampir subuh

“anjiir udah mau subuh beneran!!” matanya yang sipit langsung berubah menjadi belo hanya karna mendengar suara orang sholawatan. Ajaib memang.
Kemudian gue liat dia jalan dengan sigap ke arah gue. Terlihat jelas matanya mencari-cari hidangan saur.

            “mana makanan nya? Belom disiapin? Mama mana?” Tanya nya bingung

            “gimana mau disiapin, di masak aja belom. Noh kalo mau lu gadoin kangkung haha” timpal gue sambil terkekeh

            “hah belom masak apanya?!! Mama mana sih?”

            “Mama ke warteg beli makanan buat sahur” jawab gue enteng

            “ko ke warteg siih!”

            “lu pikir tempat mana yang pas buat beli makan subuh-subuh gini, ke KomNas HAM?” 

            “bukan itu, maksud gue ngapain Mama beli makanan lagi, kan dia udah masak Ayam Kecap Manis tadi malem!”

            “HAH?!! Serius?!” Tanya gue kaget, Berbarengan dengan papa gue yang kontan bangun dari tempat duduknya

            “liat aja coba di dapur, mungkin ayamnya masih di peggorengan diatas kompor”

Dengan cepatnya gue jalan ke arah dapur untuk memastikan, tak ketinggalan Papa pun berjalan dibelakang gue. Benar saja, terlihat satu penggorengan besar diatas kompor yang mejeng dengan indahnya, belum yakin gue dengan isinya – yang seperti dibilang adek gue – ayam kecap. dengan rasa penasaran yang menggebu-gebu gue menghampirinya dan berdiri tepat di depan penggorengan itu. Penggorengannya tertutup

            Seketika tangan kanan gue sudah memegang pegangan tutup penggorengan itu. Aliran darah seketika mengalir deras, jantung berdetak sangat cepat melebihi detak orang normal, pupil gue membesar, hidung kembang kempis, gigi kuning, mata merah, bulu ketek menjuntai .. siap menyambut isi dari penggorengan itu .. saat tangan gue membuka tutup nya tiba – tiba .. 

            JEGERRR …

Satu ekor ayam kecap manis yang sudah matang dengan indahnya terpampang didepan gue. Lutut rasanya langsung lemes ..
 haduhhh ---___---



Senin, 06 Agustus 2012

Mengantar Rindu (end)

         “ehem..” mencoba melegakkan tenggorokan sambil tanganku memainkan kunci motor yang tergeletak diatas meja. “Na, aku mau terus terang deh sama kamu... Aku, suka sama kamu” .. keheningan mencoba menguasai suasana lagi, tak lama, hanya 7 detik. Aleyna merespon “hah, maksudnya Bar?” tertegun mendengar perkataan ku tadi. Telaga beningnya mendamaikan sorotan wajahnya yang terlihat sedikit menyorot ke arahku. dengan cepat aku menimpal “iya Na, tapi tenang aku ga mengharapkan apa-apa ko, Cuma sekedar mau jujur aja. Cukup sulit mengubur perasaan ini terlalu lama tanpa diketahui oleh orang itu. Kamu” aku mencoba memperjelas maksud agar dia tidak salah paham.

“iya Bar gapapa ko terus terang aja apa yang mau kamu bilang kalo memang itu bisa membuatmu nyaman. Tapi sebenernya aku udah punya firasat tentang perasaanmu ini” Aleyna mencoba membuatku agar tidak semakin gugup. “firasat? Kamu udah tau kalo aku memelihara perasaan yang lebih sama kamu?”, “iya. Akhir-akhir ini aku juga cukup bingung kenapa tiba-tiba kita jadi deket banget. Kamu mulai sering SMS aku, yang menunjukan perhatianmu sama aku. Awalnya aku kira Cuma ke-geer-an ku aja ngerasa bahwa kamu suka sama aku, firasat itu aku buang jauh-jauh. Semuanya aku anggap wajar karna kita kan temen, iya kan?”, “ya emang akhir-akhir ini aku tergelitik untuk mengetahui semua aktifitasmu, sekedar ingin memberi perhatian aja. Susah banget untuk ditahan Na, dan kamunya juga welcome banget sama aku”.

“makasih banyak ya Bar” lembutnya suara Aleyna mengayunkan ku dalam tatapannya. “with my pleasure Na. tapi jangan salah paham ya aku gak berharap apa-apa ko, karena aku tahu beberapa hal” balas ku sekali lagi, mencoba meluruskan arti, disambut dengan wajah keingintahuan Aleyna akan beberapa hal yang akan ku sebut. kemudian aku melanjutkan pembicaraan. “aku tahu beberapa hal. Pertama kamu bakal jauh dari Jakarta – Dari diriku tentunya, kemudian aku tau kamu sudah mengaggumi dan menyukai seseorang diluar sana, jadi ga mungkin aku mengharapkan sesuatu dari ini” belum selesai nafasku mengakhiri pembicaraan, Aleyna menyambar dengan cepat “udah udah cukup, yang lalu-lalu itu ga perlu dibahas lagi ya, toh aku juga udah ga mikirin sama yang lalu itu ko”.
entah kenapa Hati ku melawan perkataannya. Aku tahu Na kamu bohong, bohong kalo kamu bilang ga mikirin Dia lagi. Ya mantanmu. Aku lebih suka Kejujuran yang pahit daripada kebohongan yang manis, terlalu manis sehingga menciptakan rasa Pahit diakhirnya, layaknya pemanis buatan. Tapi aku hargai usaha mu untuk menjaga perasaanku.

Sampailah aku pada titik kebisuan, namun itu tak lama, tertolong oleh kembalinya Fina dari market. “udahan Bar?” memastikan apakah aku sudah terus terang, tak lupa diiringi dengan tawa ledeknya. “iyee udah Fiin” jawabku sinis, dalam hati senang. “ah? Jangan-jangan kamu pura-pura ke market beli sesuatu Cuma buat ngasih waktu untuk Bara ngomong ke aku?” kesadaran Aleyna yang baru muncul memancing tawa ku dan Fina, “hahahaha ya gitu deh sayaang” jawab Fina sambil mencubit kedua pipi Aleyna yang cukup berisi.. tawa kami bertiga menjadi awal perbincangan seru malam itu. Tanpa rasa grogi aku pun bisa leluasa berbicara dengan Aleyna, begitu juga Aleyna terhadapku. Malam itu sangat padat, padat diisi oleh senyuman ku, Fina, dan Aleyna.

Aku menggerakkan tangan kiri ku, mengarahkan jam pada pandanganku, karna ruangannya yang sedikit redup, ku tekan tombol ‘light’  disisi kiri jam tangan ku. Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 23.30, sudah sangat larut untuk menjadi tamu. Kuputuskan untuk mengakhiri pembicaraan yang sebenarnya tak mau dan tak akan pernah mau aku akhiri itu.

“Na, udah malem banget nih aku sama Fina pamit ya. Terima kasih untuk hari ini. Telah memberiku suasana yang nyaman untuk jujur”. “iya sama-sama, makasih banyak juga Bar atas surprise-nya malam ini, kamu juga yaa Fin makasih banyak, aku terharu looh” sekali lagi senyumannya membuatku terhanyut dalam dunia yang entah dimana. Kuputar kunci motor, tak lama setelah Fina melambaikan tangan pada Aleyna akupun menekan tombol starter. Tombol yang mengakhiri kisahku malam itu. Bersamanya

Banyak hal yang terulang dalam bayanganku selama dalam perjalanan. Jalanan yang sudah sepi dan angin malam yang cukup menusuk dada bagi pengendara motor berjaket tipis, seakan mendukung anganku untuk kembali memutar setiap detik scene yang telah aku lewati, yang telah terjadi di Rumah Aleyna. Seketika punggungku merasa terbebani.aku tahu, Kubiarkan kepala Fina, helmnya lebih tepatnya bersandar pada punggungku namun tidak dengan tangannya yang melingkar ke pinggangku seperti pasangan kaula muda saat berpacaran. Tidak tidak seperti itu. Tak berani menegurnya karena aku juga lah yang membuatnya letih. “maaf ya membuatmu repot hari ini” bisikku kepada Fina dengan tatapan ku yang tetap fokus mengamati jalan.

Rasa menyesal sempat menggelayuti kalbu. Kenapa baru sekarang ini bisa berterus terang kepadanya. aku sangat mengutuk rasa pengecut ku yang tak beralasan itu, yang membuatku selalu menunda waktu untuk berbicara dengan Aleyna. Dari hati ke hati

Aku paham, sikap menyesal bukanlah sikap yang bisa membuatnya tinggal lebih lama, lebih lama dekat denganku. Hanya membuatnya tau bahwa aku masih butuh tatapannya. Tatapan yang dapat memberikan impuls kepada Retina dan iris ku agar selalu bisa melihat dunia dengan jelas dan penuh warna. Semakin dalam inginku tuk kau disini, semakin perih logika ku menerima kenyataan bahwa tak lama lagi kita akan terpisah jarak ratusan bahkan ribuan kilometer. Luka yang sehalus sepi, setipis sayatan silet yang perih seperti diguyur air garam laut namun tak membuatnya berbekas, lenyap saja seperti mimpi ku tentangmu tadi malam.

Aku mengerti jika kau bisa dengan mudah pergi, tapi aku yakin pada saatnya nanti ketika kau teringat saat-saat ini, kau akan sampai kepada dimensi kosong yang tak kau kenal, bernama Rindu. Aku akan berusaha untuk menyisihkan ruang di organ merah tua ini, sehingga kapanpun kau butuh kembali, kau tak perlu ragu membuka pintunya.

            Oya bagaimana jika kunamakan ruang itu .. “untukmu yang pasti kembali”, karna aku yakin kau pasti kembali kan? Iya kan Aleyna? : )



Mengantar Rindu (3)

Jam menunjukkan pukul 19:30 . 30 menit kurang sebelum waktu janjiku dengan Fina, namun sudah dari 15 menit yang lalu aku siap dengan semuanya terutama penampilan yang menurutku penting untuk melewati malam yang mungkin akan menjadi malam terpanjang. Atau malah tersingkat. Who knows

Jam 8 lewat 3 menit aku sampai di depan teras rumah Fina, melihatnya duduk santai dengan celana sepahanya dan kaos bertuliskan “Aku Cinta Indonesia”nya, sama sekali belum siap untuk berangkat. “kapan berangkat nih?”, “terserah, tapi apa Aleyna udah pasti ada di Rumahnya? Udah lo sms?”, “udah tadi sore kan” jawab ku tegas. Kurang yakin dengan jawaban ku, Fina pun mengirim pesan ke Aleyna sekedar mengonfirmasi. Tak lama datang balasan dari Aleyna yang benar-benar membuatnya yakin. 

Akhirnya Fina pun mengajakku untuk berangkat, namun berkebalikan, giliran aku yang tak yakin untuk pergi. Tak yakin diri ini punya keberanian untuk melakukan hal yang belum pernah kulakukan sebelumnya. Berbicara jujur terus terang tentang perasaan ku kepadanya. Tak yakin kaki ini bisa berdiri kokoh, tak yakin lisan ini akan lihai dalam berbicara. Di depannya. Aleyna
“yee gimana sih Bar, beli kue semangat, giliran sekarang tinggal ke rumahnya dan terus terang aja pake letoy begini!” hardik Fina yang tak bermaksud mengejekku, sekedar memberi suntikan semangat yang dibalut ledekan. Cukup berhasil, ketika kurasa nyali ku cukup bertambah. Pukul 20:30 aku berangkat ke rumah Aleyna, rumah yang tak asing bagiku, namun tidak untuk malam itu. Kususuri perjalan, kunikmati setiap inchi pergerakkan motorku. Kubiarkan kaca helm terbuka agar angin malam yang sejuk dapat membasuh wajahku yang gugup.

6 meter dari depan rumahnya kumatikan mesin motor lalu menuntun ke depan gerbangnya. Sambil mengeluarkan lilin dan korek api, Fina menyuruh ku untuk tidak berisik, takut Aleyna keluar lebih dulu sebelum kuenya siap untuk membuatnya terkejut. Kutancapkan lilin ke kue yang dilapisi coklat krim penuh yang masih sedikit keras akibat dibiarkan membeku di dalam lemari es selama 4 jam. Setelah kami rasa siap, Fina mengirim pesan tanda dia sudah berada di depan Rumahnya. Bunyi besi yang beradu dengan sesamanya, menyebabkan pintu berwarna coklat itu terbuka. Sosok yang selalu mengganggu tidurku seketika muncul, dengan kepalanya yang melongok keluar, “FIna ya?” seru Aleyna meyakinkan keadaan. Aleyna tidak tau bahwa aku bersama Fina. Fina berdiri di depan pagar sambil memegang kue dihiasi lilin yang berjejer dengan setengah badannya terhalang pagar, hanya kepalanya saja yang terlihat. Diriku bersembunyi dibalik tubuh Fina, mencoba memberi kejutan.

‘iya Alnaa..” jawab Fina memanggil nama pendeknya Aleyna. Selangkah demi selangkah Aleyna menghampiri gerbang. Belum sampai gerbang terbuka penuh, Fina langsung mengagetkan Aleyna – yang berdiri lunglai memakai piyama, sudah siap tidur namun rela kami ganggu – dengan menyodorkan kue yang dia bawa tepat di depan wajahnya yang tanpa dosa. Seketika Aleyna kaget, tak menyangka maksud Fina malam-malam ke rumahnya untuk memberi ucapan selamat, yang dia fikir itu adalah hal yang tak perlu dirayakan seperti ini. Tidak menurutku. 

Tak lama berselang aku keluar dari persembunyianku yang sama sekali tak disadari oleh Aleyna, “haah ada Bara juga, ya ampuun apa ini… haha” tawanya melayang ke seluruh penjuru ruang kalbu ku dan tak dapat disembunyikan guratan wajah Aleyna yang membentuk arti heran. “ini ucapan selamat dari kita Na karna kamu berhasil lolos seleksi masuk Universitas Sydney, gak bisa disepelein gitu aja loh keberhasilan kamu itu. Harus dirayakan” terangku coba menjelaskan ke Alna. “ngerepotin kalian banget tau gak haha, makasih banyak yaa Bara.. Fina..” Aleyna pun mempersilahkan kami masuk, ke dalam ruang tamunya yang cukup hening. Tergambar bahwa mereka yang di dalamnya sudah tidur, tak lama kemudian perbincangan kami bertiga membelah kesunyiannya.

Aleyna masih tak menyangka dengan kedatangan kami berdua, terlukis jelas dalam kata-katanya dan mimik wajah heran yang belum terhapus sejak kami datang. Ditengah percakapan yang membisu, Fina memberi isyarat pada gesture-nya, memberi kode bahwa ini saatnya aku terus terang kepada Aleyna. Tiba-tiba Fina izin keluar untuk sekedar membeli cemilan, ku tahu itu hanya alibi, mencoba memberi waktu berdua antara aku dengan Aleyna.

Cukup memakan waktu lama untuk otakku merangkai kata dalam angan agar tidak terbelit saat berbicara dengan Aleyna. 15 menit sudah terlewati sejak Fina minta izin keluar.

Keheningan masih merajai suasana ..


Bersambung . . .

Minggu, 05 Agustus 2012

Mengantar Rindu (2)


“Bara! Bagaimana pengumuman seleksi perguruan tinggi negeri mu, tembus kan?” dering ponsel seketika mem-pause kekecewaan ku terhadap hasil seleksi perguruan tinggi itu, apalagi ku tahu Aleyna lah yang mengirim pesan. Seketika bibirku membentuk lengkungan senyum menggantikan kedataran sikapku, namun hanya bertahan 6 detik. kemudian Kembali datar 

“enggak dong ga tembus, kan aku pake Laurier Night hihi” kujawab dengan jokes berusaha mencairkan suasana. “iih Baraa serius, lolos ga?” jelas Aleyna. “Alhamdulillah Na saat ini aku belum lolos, mudah-mudahan dilain kesempatan lolos. Kamu lolos ga tes di Universitas Sydney-nya?”, “Alhamdulillah aku lolos Bar, jurusan Design and Graphic hehe”. Bahagia mengetahui orang terdekatku bisa berkuliah di perguruan tinggi yang ia impikan, apalagi di luar negeri, namun rasa bahagia itu tak bertahan lama. Hati yang cukup lama berharap tak bisa berbohong bahwa tahu diri ini akan jauh dengan sosoknya. Sosok yang selama ini ia inginkan
***

“Ada lagi yang perlu ditambah hiasannya Dek?” suara pegawai toko yang lembut membuhyarkan lamunanku. “cukup mbak ini saja, gimana Fin bagus kan?” pinta ku pendapat Fina yang ku tahu sekalipun tanggapannya tidak bagus aku tak akan mengganti kue nya atau membeli baru, hanya sekedar basa-basi yang terkadang memang dibutuhkan dalam hubungan sosial. “bagus bagus hihi” tanggapnya sambil mengacungkan jempol kanannya yang terbalut Hansaplast akibat tersayat oleh piasu dapur.

“adakah yang mau kamu beli Fin diperjalanan?” tawarku sekedar ingin membalas kebaikan dia hari ini sambil aku mengikat kantong plastik kuenya. “sepertinya tak ada Bar, sekalipun ada aku bisa sendiri ko”, jawaban yang sudah ku ramal sebelumnya, dia memang sahabatku yang tak pernah mengharapkan balas budi. “oke, tapi kalo teringat sesuatu di jalan ingin membeli sesuatu bilang ya, jangan sungkan okeh!”. “ciip” kini dia mengacungkan kedua jempol sambil melemparkan senyum khasnya.

Diperjalanan pulang aku berpikir, apakah aku punya nyali yang cukup besar untuk membawa kue itu sendirian ke rumah Aleyna dan sekedar mengucapkan selamat. Tiba-tiba Asap knalpot motor racing di lampu merah pasar minggu menyembur ke mukaku, seperti menjawab pertanyaan yang sempat melayang dalam anganku tadi. Berkata dengan tegas .. ‘Tidak’. 
Sempat berpikir untuk meminta Fina (lagi) untuk menemani ku mengantar kue ke rumah Aleyna.
Azan ashar menyambutku sesaat sampai dirumahnya. Fina menawariku minum untuk yang kedua kalinya dan akupun tentu langsung mengiyakan. Aku memang haus, perjalanan dari srengseh sawah – kediaman Fina – ke Kalibata cukup memakan energi, apalagi saat matahari mencapai klimaks. Fina datang menghampiriku yang sedang duduk diteras meluruskan kaki sembari melepas lelah. Belum sampai Fina menaruh gelasnya yang berisi sirup stroberi itu di meja aku langsung menyambarnya. Sangat menggiurkan dengan embun yang keluar menyusup pori-pori gelas. Tak sabar memadamkan tenggorokan yang terbakar oleh pekatnya aspal jalanan.

“Bar, kamu yakin ke rumah Aleyna sendirian?” tanyanya ragu. “yakin ga yakin sih Fin. Pengen banget aku kesana sendiri supaya bisa kasih kejutan yang lebih terkesan dengan ke-sendirian-nya aku dateng ke rumah Dia, tapi kayanya aku ga seberani itu.Apalagi kalau perbincangan ku dengannya sedang terhenti dalam ruang vakum yang terasa anta’, saat-saat seperti itulah aku butuh orang untuk menjadi penengah dan memulai topik lain, hufft” jawab ku dengan desahan yang bingung. “kayaknya aku butuh pertolongan mu lagi deh Fin.. hehe” pintaku pasrah dan malu. Selalu merepotkan sahabatku yang satu ini. “anytime Baarr..” dengan enteng dia menjawab sambil melayangkan senyum sinis yang berarti : “Masih Kaku aja lo!”

“kalo gitu yaudah aku pulang dulu ya, kuenya titip di kamu dulu, nanti malam sekitar jam 8 aku kesini lagi, awkey?”. “siap komandan!” jawab Fina dengan tegas layaknya seorang prajurit kepada komandannya namun tanpa memberi hormat


Bersambung . . .



 

Mengantar Rindu (1)

"Fin, kamu tau gak tempat jual kue yang enak?"
Hari itu sekitar pukul 1 siang aku mengirim pesan kepada sahabatku menanyakan toko kue. Tak lama berselang Fina membalas pesanku,
emm.. setahu ku toko Roti Bonte, kuenya enak dan harganya cukup murah jika dibandingkan dengan toko lain. Ngomong-ngomong buat apa Bar? Jarang banget kamu nanya hal kaya gini”
Aku cukup tersenyum membaca pesan balasan Fina kepadaku. Memang aku jarang sekali, bahkan tidak pernah menanyakan hal seperti itu. Dengan tak menanggapi pertanyaannya, aku langsung menanyakan dimana lokasi tepatnya toko Roti Bonte itu.
“di jalan duren kalibata, selisih 3 toko setelah pom bensin kalibata. Tau?”
“ga tau pasti sih, aku ga pernah memperhatikan daerah situ”
“yaudah, mau aku anterin?”
“boleh, tapi ngerepotin ga nih?”
“menurutmu orang yang merasa kerepotan akan menawarkan bantuan? Eh kamu belum jawab pertanyaanku, kamu mau beli kue buat siapa? Hayoo jujur”

Tanpa berkeinginan membalas pesan terakhirnya itu, aku bersiap-siap untuk pergi ke rumahnya dengan sepeda motor yang sudah ku siapkan sejak sebelum zuhur. Diperjalanan ku coba membayangkan bentuk dan hiasan kue yang cocok untuk ku berikan kepada sahabatku, yang akan melanjutkan kuliah di University Of Sydney
“cepet banget Bar” sahut Fina. suara cemprengnya itu meyambutku ketika belum lama sampai berada di depan rumahnya. Suaranya memang khas. “iya, siang ini jalanan sedang lenggang. Udah siap? Berangkat sekarang aja yuk!” ajakku. “kamu ga mau minum dulu bar?” tawar Fina. “nanti saja setelah ini” jawabku agak tergesa-gesa. “buru-buru banget sih, yaudah yuk”

Diawali dengan kebisuan, diperjalanan Fina mencoba membuka perbincangan denganku, langsung saja yang dia tanyakan adalah pertanyaan yang sama dengan percakapan di SMS, yang belum ku jawab tentunya. “kamu tau kan, Aleyna, dia diterima di Universitas Sydney..” belum selesai bicara, Fina dengan sergapnya memotong pembicaraanku. “aahh jadi kamu mau ngasih kue ucapan selamat buat dia? Uu~ so sweet banget sih cowo satu ini” sambil mencoba mencubit pipiku yang tertutupi helm half face.

“ih apasih Fin, wajar kan aku sebagai sahabatnya ngasih dia surprise ucapan selamat gitu, gak ada yang sok manis atau berlebihan ah!” ku coba mewajarkan keadaan. “iya engga ko gak aneh, wajar.. wajar banget malah, seorang cowo yang punya perasaan sama seorang cewe ngasih dia surprise. Wajar banget Baar hihi” masih saja diiringi dengan tawa ledeknya yang membuatku semakin gugup mengendarai motor. 
***

Fina, sahabatku sejak SMA, dia sangat dekat dengan ku, saking akrabnya aku tak segan untuk bercerita tentang masalah sekolah, keluarga dan tentunya asmara yang sedang hangat-hangatnya saat masa SMA. Dia satu-satunya sahabatku yang tahu bahwa aku menyukai seorang perempuan yang tidak terlalu tinggi, rambut hitam lebat dengan sedikit ikal dan menyukai design. Aleyna namanya. Nama yang cukup indah yang pernah ku dengar
Sudah cukup lama aku menyukainya, setelah aku akrab dengannya di SMA kelas 2 sampai saat ini. Saat kami ingin berpisah melanjutkan ke perguruan tinggi. Satu tahun lebih lamanya rasa ini menunggu pengakuan yang belum kunjung terucap
***

Tak mau ku jawab lagi omongan Fina yang meledek, hanya ingin fokus dengan jalan raya yang lenggang dan terik memantulkan sinar surya yang silau siang itu.

“depan belok kiri Bar!” suara Fina memecah kevakuman dan kebisingan jalan raya yang diisi oleh berbagai macam kendaraan bermotor, meskipun tak seramai hari libur. Tak lama setelah ku taruh motor diparkiran toko, Fina menarik tangan ku untuk segera menunjukkan kue yang dia suka. Rupanya dia sering ke toko itu untuk membeli roti, sekedar untuk cemilan malamnya di rumah. “aku bukan beli buat kamu Fiin” ledekku. “yee justru aku ngasih saran nih buat kamu, biasanya cewek suka kue yang kaya gini, hm” sambil mengerutkan bibir, agak kesal dengan omonganku yang tadi. Aku yang sibuk melihat-lihat deretan kue yang rapih terjajar didalam estalase tak sempat menghiraukan sikap ngambeknya, karna ku tau selang 2 atau 3 menit lagi bibirnya yang membentuk simpul kecil itu akan hilang tergantikan garis bibir innocent.
 
“Fin Fin, ini bagus gak? aku suka warna coklat, kalem dan gak neko-neko” tanyaku, “boleh-boleh aku juga cukup suka dengan yang satu itu apalagi ditambah dengan hiasan krim dan buah cherry diatasnya. Cantik” tambahnya. benar saja, Fina sudah tidak ngambek lagi bahkan kerutan bibirnya akibat dibuat monyong terganti dengan senyumannya yang renyah. Tak lama melihat-lihat, kuputuskan untuk membeli kue yang dilapisi dengan krim coklat yang penuh. Tak lupa aku meminta ‘mba-mba’ penjaga tokonya untuk menambahkan hiasan dan tulisan diatasnya.

Selamat Aleyna” dua kata yang singkat dan sederhana namun cukup jelas untuk mengungkapkan makna dari kata itu.


Bersambung . . .