Kamis, 06 September 2012

keterlambatan yang diharapkan

lanjutan ..
cerita sebelumnya: "kepada waktu yang terlalu tergesa-gesa"



 Sampai di Gambir kami pun mempercepat langkah kami menuju gerbang keberangkatan. melewati lorong yang di sisinya banyak toko makanan, disewa oleh pihak stasiun. Dari kejauhan terlihat cukup ramai, ditambah dengan beberapa personel TNI berjaga-jaga. Langkah kami terhenti di depan pintu keberangkatan. Sedikit terkejut melihat spanduk bertuliskan “Batas Pengantar” diatas pintu masuk. Sangat jelas menyiratkan bahwa untuk para pengantar tidak diizinkan untuk memasuki peron, hanya sampai gerbang keberangkatan. Mata kami sibuk menyisir sekitar, tidak ada tanda-tanda keberadaan Dia. jam sudah menunjukkan pukul 17:15. ‘sudah terlambat’ pikir gue. Karna keretanya pun tertulis di jadwal tiba jam 17:00. Satu-satunya hal yang gue harapkan saat itu adalah .. adanya keterlambatan kedatangan kereta Gadjayana. Karna jika terlambat, masih memungkinkan untuk bertemu dengannya.

 harapan itu seperti sirna ketika mendengar suara petugas stasiun dari pengeras suara yang tergantung di tiang, “kereta Api Gadjayana jurusan Malang sudah berada di peron 1. Kereta akan diberangkatkan pukul 17:30. Bagi penumpang yang sudah mempunyai tiket diharapkan segera memasuki kereta …” seketika membuat lutut kami bertiga lemas. Menyadari tak bisa mengantar keberangkatannya. Namun mata Uty tak mencoba berhenti mencari sesosok sahabatnya itu, tiba-tiba Uty melihat Rika, sudah 10 menit berdiri di dekat tiang. sebelah kiri dekat papan pengumuman.

            “rika?! Sally mana?” Tanya Uty penasaran
            “keretanya udah dateng. Tadi dia udah masuk ke peron dianter nyokap, bokapnya sama mamat juga  Bantuin bawa barang-barangnya” rika menjelaskan dengan mimic yang sedikit heran ddengan keterlambatan kita.

 Rachmat alias mamat adalah temen gue juga, dia sudah lebih dulu sampai di gambir bersama Rika. Kami berlima memang sudah janjian bertemu di Gambir.

“seriuuss ka?” Uty tak percaya. Suaranya bergetar, tak kuat membendung embun yang semakin menumpuk di pelupuk matanya.
“serius ty. suer deh” Rika berusaha meyakinkan Uty yang tak mau percaya dengan keadaan.
“bener ka? Serius Sally udah masuk?” dengan ketidakyakinan gue yang lebih besar, gue mencoba bertanya lagi kepada Rika. Berusaha menghibur diri, sekalipun tau bahwa jawaban yang akan gue terima adalah jawaban yang sama
“serius mi. masa lagi kaya gini gue boong. Demi deh!” Rika tak tahu lagi musti bagaimana meyakinkan kami bertiga.
“yaaah masa ga ketemu sih .. Sallyyy !” kali ini embun yang terlampau banyak tak dapat tertahan lagi oleh matanya, pecah tergantikan oleh tangis dan isakannya.
“coba nih telpon dia, kali aja masih sempet” Indra memberikan HP nya kepada Uty, membiarkan dia yang berbicara. Memohon untuk bertemu yang terakhir kalinya, setidaknya terakhir untuk tahun ini.

Panggilan pertama tak dijawab. panggilan kedua … masih dengan nada sambung .. kemudian muncul suara dari ujung sana,

“hallo ..” suara lembut yang ia kenal itu serasa melegakan dadanya yang sesak. Ada guratan senyum pada wajah Uty, meskipun samar.
“hallo switty .. kamu dimana? Kesini dong ya ampun masa ga ketemu sih?” pinta Uty dengan tangisnya yang belum berhenti namun isakannya sudah hilang.
“aku udah di peron nih mau masuk ke kereta. Kamu dimana emang? Udah ketemu rika?”
“iya ini aku lagi sama dia. Kamu kesini dong, please. sebentar aja swiitt .. disini ada indra sama azmi juga” jarinya menyeka tetesan air yang mengalir di pipinya.
“takut ga dibolehin papa switt”
“sebentar aja ko saall, pliss” air mata Uty menjadi lebih deras
 “yaudah, aku usahain ya. Tunggu aku..” jawaban darinya kali itu seperti mengangkat beban dari dada kami. sesak terangkat. Begitu juga harapan

Setelah menutup telpon, kami berempat mencoba mendekati pintu keberangkatan. hampir mendekati tentara yang berjaga-jaga.
2 menit berlalu, terasa sangat lama. Ketidakpastian berada diantara harapan. Apakah benar-benar bisa menemui kami. meski sebentar

            Kemudian, sosok yang kami harapkan kemunculannya sedari tadi, akhirnya terlihat. Dia berdiri diatas tangga mencari kami, ketika mata kami tertuju, Sally  menuruni tangga dengan hati-hati. Uty yang sudah tak sabar bertemu sahabatnya itu, nekat menerobos pintu yang dijaga tentara berjumlah sekitar 7 personel dengan senjata lengkap. Baru saja Uty menerobos, salah satu penanggung jawab pintu keberangkatan – bukan tentara – membentak Uty, kaget karena sebegitu beraninya menerobos,
           
            “hey dek mau ngapain?” dengan tegas penjaga membentak.
Uty sama sekali tak menghiraukan bentakan penjaga itu. langkahnya, tubuhnya, tatapannya, dan hatinya hanya tertuju kepada sahabatnya.
            “itu pak mau ketemu temennya. Sebentar aja kok” gue yang tetap berdiri di mulut pintu mencoba menjelaskan kepada petugas itu. tak berani menerobos, hanya berharap mendapatkan ‘maklum’.

            “Sally …!!” teriak Uty Kecil. sambil berlari ke arah Sally yang sudah menanti di anak tangga paling bawah.

            Uty menghempaskan badannya kedalam pelukan Sally. membiarkan peluh dan rindunya terlepas oleh eratan kuatnya. Membebaskan rasa sakit yang sakitnya mirip seperti sakit hati, namun bukan sakit hati. Kali ini lebih dalam.  Rasa itu muncul ketika tahu bahwa sahabat terbaik akan meninggalkan kita, walaupun hanya untuk beberapa waktu.

            Pecahlah tangisan dari keduanya. Sally mencoba menghibur Uty yang semakin terisak. Meyakinkannya bahwa dia mengusahakan untuk pulang tiap tahun. Untuk bertemu dengannya.

“swit. Nanti kita ketemu lagi kok. Tenang. Udah ya jangan nangis lagi” suara Sally yang begitu mengalun justru membuat rasa kehilangan yang dimiliki Uty semakin dalam.
            “jangan lama-lama ya disana ..” kali ini Uty mencoba tegar dengan menahan air matanya. Namun suaranya yang bervibra tak bisa berbohong. Uty hanya Tak mau membuat sahabatnya itu terbebani oleh rasa kehilangan dirinya.



bersambung ke "terseret jarak" ... 


 
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar