Senin, 06 Agustus 2012

Mengantar Rindu (end)

         “ehem..” mencoba melegakkan tenggorokan sambil tanganku memainkan kunci motor yang tergeletak diatas meja. “Na, aku mau terus terang deh sama kamu... Aku, suka sama kamu” .. keheningan mencoba menguasai suasana lagi, tak lama, hanya 7 detik. Aleyna merespon “hah, maksudnya Bar?” tertegun mendengar perkataan ku tadi. Telaga beningnya mendamaikan sorotan wajahnya yang terlihat sedikit menyorot ke arahku. dengan cepat aku menimpal “iya Na, tapi tenang aku ga mengharapkan apa-apa ko, Cuma sekedar mau jujur aja. Cukup sulit mengubur perasaan ini terlalu lama tanpa diketahui oleh orang itu. Kamu” aku mencoba memperjelas maksud agar dia tidak salah paham.

“iya Bar gapapa ko terus terang aja apa yang mau kamu bilang kalo memang itu bisa membuatmu nyaman. Tapi sebenernya aku udah punya firasat tentang perasaanmu ini” Aleyna mencoba membuatku agar tidak semakin gugup. “firasat? Kamu udah tau kalo aku memelihara perasaan yang lebih sama kamu?”, “iya. Akhir-akhir ini aku juga cukup bingung kenapa tiba-tiba kita jadi deket banget. Kamu mulai sering SMS aku, yang menunjukan perhatianmu sama aku. Awalnya aku kira Cuma ke-geer-an ku aja ngerasa bahwa kamu suka sama aku, firasat itu aku buang jauh-jauh. Semuanya aku anggap wajar karna kita kan temen, iya kan?”, “ya emang akhir-akhir ini aku tergelitik untuk mengetahui semua aktifitasmu, sekedar ingin memberi perhatian aja. Susah banget untuk ditahan Na, dan kamunya juga welcome banget sama aku”.

“makasih banyak ya Bar” lembutnya suara Aleyna mengayunkan ku dalam tatapannya. “with my pleasure Na. tapi jangan salah paham ya aku gak berharap apa-apa ko, karena aku tahu beberapa hal” balas ku sekali lagi, mencoba meluruskan arti, disambut dengan wajah keingintahuan Aleyna akan beberapa hal yang akan ku sebut. kemudian aku melanjutkan pembicaraan. “aku tahu beberapa hal. Pertama kamu bakal jauh dari Jakarta – Dari diriku tentunya, kemudian aku tau kamu sudah mengaggumi dan menyukai seseorang diluar sana, jadi ga mungkin aku mengharapkan sesuatu dari ini” belum selesai nafasku mengakhiri pembicaraan, Aleyna menyambar dengan cepat “udah udah cukup, yang lalu-lalu itu ga perlu dibahas lagi ya, toh aku juga udah ga mikirin sama yang lalu itu ko”.
entah kenapa Hati ku melawan perkataannya. Aku tahu Na kamu bohong, bohong kalo kamu bilang ga mikirin Dia lagi. Ya mantanmu. Aku lebih suka Kejujuran yang pahit daripada kebohongan yang manis, terlalu manis sehingga menciptakan rasa Pahit diakhirnya, layaknya pemanis buatan. Tapi aku hargai usaha mu untuk menjaga perasaanku.

Sampailah aku pada titik kebisuan, namun itu tak lama, tertolong oleh kembalinya Fina dari market. “udahan Bar?” memastikan apakah aku sudah terus terang, tak lupa diiringi dengan tawa ledeknya. “iyee udah Fiin” jawabku sinis, dalam hati senang. “ah? Jangan-jangan kamu pura-pura ke market beli sesuatu Cuma buat ngasih waktu untuk Bara ngomong ke aku?” kesadaran Aleyna yang baru muncul memancing tawa ku dan Fina, “hahahaha ya gitu deh sayaang” jawab Fina sambil mencubit kedua pipi Aleyna yang cukup berisi.. tawa kami bertiga menjadi awal perbincangan seru malam itu. Tanpa rasa grogi aku pun bisa leluasa berbicara dengan Aleyna, begitu juga Aleyna terhadapku. Malam itu sangat padat, padat diisi oleh senyuman ku, Fina, dan Aleyna.

Aku menggerakkan tangan kiri ku, mengarahkan jam pada pandanganku, karna ruangannya yang sedikit redup, ku tekan tombol ‘light’  disisi kiri jam tangan ku. Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 23.30, sudah sangat larut untuk menjadi tamu. Kuputuskan untuk mengakhiri pembicaraan yang sebenarnya tak mau dan tak akan pernah mau aku akhiri itu.

“Na, udah malem banget nih aku sama Fina pamit ya. Terima kasih untuk hari ini. Telah memberiku suasana yang nyaman untuk jujur”. “iya sama-sama, makasih banyak juga Bar atas surprise-nya malam ini, kamu juga yaa Fin makasih banyak, aku terharu looh” sekali lagi senyumannya membuatku terhanyut dalam dunia yang entah dimana. Kuputar kunci motor, tak lama setelah Fina melambaikan tangan pada Aleyna akupun menekan tombol starter. Tombol yang mengakhiri kisahku malam itu. Bersamanya

Banyak hal yang terulang dalam bayanganku selama dalam perjalanan. Jalanan yang sudah sepi dan angin malam yang cukup menusuk dada bagi pengendara motor berjaket tipis, seakan mendukung anganku untuk kembali memutar setiap detik scene yang telah aku lewati, yang telah terjadi di Rumah Aleyna. Seketika punggungku merasa terbebani.aku tahu, Kubiarkan kepala Fina, helmnya lebih tepatnya bersandar pada punggungku namun tidak dengan tangannya yang melingkar ke pinggangku seperti pasangan kaula muda saat berpacaran. Tidak tidak seperti itu. Tak berani menegurnya karena aku juga lah yang membuatnya letih. “maaf ya membuatmu repot hari ini” bisikku kepada Fina dengan tatapan ku yang tetap fokus mengamati jalan.

Rasa menyesal sempat menggelayuti kalbu. Kenapa baru sekarang ini bisa berterus terang kepadanya. aku sangat mengutuk rasa pengecut ku yang tak beralasan itu, yang membuatku selalu menunda waktu untuk berbicara dengan Aleyna. Dari hati ke hati

Aku paham, sikap menyesal bukanlah sikap yang bisa membuatnya tinggal lebih lama, lebih lama dekat denganku. Hanya membuatnya tau bahwa aku masih butuh tatapannya. Tatapan yang dapat memberikan impuls kepada Retina dan iris ku agar selalu bisa melihat dunia dengan jelas dan penuh warna. Semakin dalam inginku tuk kau disini, semakin perih logika ku menerima kenyataan bahwa tak lama lagi kita akan terpisah jarak ratusan bahkan ribuan kilometer. Luka yang sehalus sepi, setipis sayatan silet yang perih seperti diguyur air garam laut namun tak membuatnya berbekas, lenyap saja seperti mimpi ku tentangmu tadi malam.

Aku mengerti jika kau bisa dengan mudah pergi, tapi aku yakin pada saatnya nanti ketika kau teringat saat-saat ini, kau akan sampai kepada dimensi kosong yang tak kau kenal, bernama Rindu. Aku akan berusaha untuk menyisihkan ruang di organ merah tua ini, sehingga kapanpun kau butuh kembali, kau tak perlu ragu membuka pintunya.

            Oya bagaimana jika kunamakan ruang itu .. “untukmu yang pasti kembali”, karna aku yakin kau pasti kembali kan? Iya kan Aleyna? : )



Tidak ada komentar:

Posting Komentar