Minggu, 05 Agustus 2012

Mengantar Rindu (2)


“Bara! Bagaimana pengumuman seleksi perguruan tinggi negeri mu, tembus kan?” dering ponsel seketika mem-pause kekecewaan ku terhadap hasil seleksi perguruan tinggi itu, apalagi ku tahu Aleyna lah yang mengirim pesan. Seketika bibirku membentuk lengkungan senyum menggantikan kedataran sikapku, namun hanya bertahan 6 detik. kemudian Kembali datar 

“enggak dong ga tembus, kan aku pake Laurier Night hihi” kujawab dengan jokes berusaha mencairkan suasana. “iih Baraa serius, lolos ga?” jelas Aleyna. “Alhamdulillah Na saat ini aku belum lolos, mudah-mudahan dilain kesempatan lolos. Kamu lolos ga tes di Universitas Sydney-nya?”, “Alhamdulillah aku lolos Bar, jurusan Design and Graphic hehe”. Bahagia mengetahui orang terdekatku bisa berkuliah di perguruan tinggi yang ia impikan, apalagi di luar negeri, namun rasa bahagia itu tak bertahan lama. Hati yang cukup lama berharap tak bisa berbohong bahwa tahu diri ini akan jauh dengan sosoknya. Sosok yang selama ini ia inginkan
***

“Ada lagi yang perlu ditambah hiasannya Dek?” suara pegawai toko yang lembut membuhyarkan lamunanku. “cukup mbak ini saja, gimana Fin bagus kan?” pinta ku pendapat Fina yang ku tahu sekalipun tanggapannya tidak bagus aku tak akan mengganti kue nya atau membeli baru, hanya sekedar basa-basi yang terkadang memang dibutuhkan dalam hubungan sosial. “bagus bagus hihi” tanggapnya sambil mengacungkan jempol kanannya yang terbalut Hansaplast akibat tersayat oleh piasu dapur.

“adakah yang mau kamu beli Fin diperjalanan?” tawarku sekedar ingin membalas kebaikan dia hari ini sambil aku mengikat kantong plastik kuenya. “sepertinya tak ada Bar, sekalipun ada aku bisa sendiri ko”, jawaban yang sudah ku ramal sebelumnya, dia memang sahabatku yang tak pernah mengharapkan balas budi. “oke, tapi kalo teringat sesuatu di jalan ingin membeli sesuatu bilang ya, jangan sungkan okeh!”. “ciip” kini dia mengacungkan kedua jempol sambil melemparkan senyum khasnya.

Diperjalanan pulang aku berpikir, apakah aku punya nyali yang cukup besar untuk membawa kue itu sendirian ke rumah Aleyna dan sekedar mengucapkan selamat. Tiba-tiba Asap knalpot motor racing di lampu merah pasar minggu menyembur ke mukaku, seperti menjawab pertanyaan yang sempat melayang dalam anganku tadi. Berkata dengan tegas .. ‘Tidak’. 
Sempat berpikir untuk meminta Fina (lagi) untuk menemani ku mengantar kue ke rumah Aleyna.
Azan ashar menyambutku sesaat sampai dirumahnya. Fina menawariku minum untuk yang kedua kalinya dan akupun tentu langsung mengiyakan. Aku memang haus, perjalanan dari srengseh sawah – kediaman Fina – ke Kalibata cukup memakan energi, apalagi saat matahari mencapai klimaks. Fina datang menghampiriku yang sedang duduk diteras meluruskan kaki sembari melepas lelah. Belum sampai Fina menaruh gelasnya yang berisi sirup stroberi itu di meja aku langsung menyambarnya. Sangat menggiurkan dengan embun yang keluar menyusup pori-pori gelas. Tak sabar memadamkan tenggorokan yang terbakar oleh pekatnya aspal jalanan.

“Bar, kamu yakin ke rumah Aleyna sendirian?” tanyanya ragu. “yakin ga yakin sih Fin. Pengen banget aku kesana sendiri supaya bisa kasih kejutan yang lebih terkesan dengan ke-sendirian-nya aku dateng ke rumah Dia, tapi kayanya aku ga seberani itu.Apalagi kalau perbincangan ku dengannya sedang terhenti dalam ruang vakum yang terasa anta’, saat-saat seperti itulah aku butuh orang untuk menjadi penengah dan memulai topik lain, hufft” jawab ku dengan desahan yang bingung. “kayaknya aku butuh pertolongan mu lagi deh Fin.. hehe” pintaku pasrah dan malu. Selalu merepotkan sahabatku yang satu ini. “anytime Baarr..” dengan enteng dia menjawab sambil melayangkan senyum sinis yang berarti : “Masih Kaku aja lo!”

“kalo gitu yaudah aku pulang dulu ya, kuenya titip di kamu dulu, nanti malam sekitar jam 8 aku kesini lagi, awkey?”. “siap komandan!” jawab Fina dengan tegas layaknya seorang prajurit kepada komandannya namun tanpa memberi hormat


Bersambung . . .



 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar