“Bara! Bagaimana pengumuman seleksi perguruan tinggi negeri
mu, tembus kan?” dering ponsel seketika mem-pause
kekecewaan ku terhadap hasil seleksi perguruan tinggi itu, apalagi ku tahu
Aleyna lah yang mengirim pesan. Seketika bibirku membentuk lengkungan senyum menggantikan
kedataran sikapku, namun hanya bertahan 6 detik. kemudian Kembali datar
“enggak dong ga tembus, kan aku pake Laurier Night hihi”
kujawab dengan jokes berusaha
mencairkan suasana. “iih Baraa serius, lolos ga?” jelas Aleyna. “Alhamdulillah
Na saat ini aku belum lolos, mudah-mudahan dilain kesempatan lolos. Kamu lolos
ga tes di Universitas Sydney-nya?”, “Alhamdulillah aku lolos Bar, jurusan Design and Graphic hehe”. Bahagia mengetahui orang terdekatku bisa
berkuliah di perguruan tinggi yang ia impikan, apalagi di luar negeri, namun
rasa bahagia itu tak bertahan lama. Hati yang cukup lama berharap tak bisa
berbohong bahwa tahu diri ini akan jauh dengan sosoknya. Sosok yang selama ini
ia inginkan
***
“Ada lagi yang perlu ditambah hiasannya Dek?” suara pegawai
toko yang lembut membuhyarkan lamunanku. “cukup mbak ini saja, gimana Fin bagus
kan?” pinta ku pendapat Fina yang ku tahu sekalipun tanggapannya tidak bagus
aku tak akan mengganti kue nya atau membeli baru, hanya sekedar basa-basi yang
terkadang memang dibutuhkan dalam hubungan sosial. “bagus bagus hihi”
tanggapnya sambil mengacungkan jempol kanannya yang terbalut Hansaplast akibat tersayat oleh piasu
dapur.
“adakah yang mau kamu beli Fin diperjalanan?” tawarku sekedar
ingin membalas kebaikan dia hari ini sambil aku mengikat kantong plastik kuenya.
“sepertinya tak ada Bar, sekalipun ada aku bisa sendiri ko”, jawaban yang sudah
ku ramal sebelumnya, dia memang sahabatku yang tak pernah mengharapkan balas
budi. “oke, tapi kalo teringat sesuatu di jalan ingin membeli sesuatu bilang
ya, jangan sungkan okeh!”. “ciip” kini dia mengacungkan kedua jempol sambil
melemparkan senyum khasnya.
Diperjalanan pulang aku berpikir, apakah aku punya nyali yang
cukup besar untuk membawa kue itu sendirian ke rumah Aleyna dan sekedar mengucapkan
selamat. Tiba-tiba Asap knalpot motor racing di lampu merah pasar minggu
menyembur ke mukaku, seperti menjawab pertanyaan yang sempat melayang dalam
anganku tadi. Berkata dengan tegas .. ‘Tidak’.
Sempat berpikir untuk meminta Fina (lagi) untuk menemani ku mengantar kue ke rumah Aleyna.
Sempat berpikir untuk meminta Fina (lagi) untuk menemani ku mengantar kue ke rumah Aleyna.
Azan ashar menyambutku sesaat sampai dirumahnya. Fina menawariku
minum untuk yang kedua kalinya dan akupun tentu langsung mengiyakan. Aku memang
haus, perjalanan dari srengseh sawah – kediaman Fina – ke Kalibata cukup
memakan energi, apalagi saat matahari mencapai klimaks. Fina datang menghampiriku
yang sedang duduk diteras meluruskan kaki sembari melepas lelah. Belum sampai
Fina menaruh gelasnya yang berisi sirup stroberi itu di meja aku langsung menyambarnya.
Sangat menggiurkan dengan embun yang keluar menyusup pori-pori gelas. Tak sabar
memadamkan tenggorokan yang terbakar oleh pekatnya aspal jalanan.
“Bar, kamu yakin ke rumah Aleyna sendirian?” tanyanya ragu. “yakin
ga yakin sih Fin. Pengen banget aku kesana sendiri supaya bisa kasih kejutan
yang lebih terkesan dengan ke-sendirian-nya aku dateng ke rumah Dia, tapi
kayanya aku ga seberani itu.Apalagi kalau perbincangan ku dengannya sedang terhenti dalam
ruang vakum yang terasa anta’, saat-saat seperti itulah aku butuh orang untuk
menjadi penengah dan memulai topik lain, hufft” jawab ku dengan desahan yang
bingung. “kayaknya aku butuh pertolongan mu lagi deh Fin.. hehe” pintaku pasrah
dan malu. Selalu merepotkan sahabatku yang satu ini. “anytime Baarr..” dengan
enteng dia menjawab sambil melayangkan senyum sinis yang berarti : “Masih Kaku
aja lo!”
“kalo gitu yaudah aku pulang dulu ya, kuenya titip di kamu dulu, nanti
malam sekitar jam 8 aku kesini lagi, awkey?”. “siap komandan!” jawab Fina
dengan tegas layaknya seorang prajurit kepada komandannya namun tanpa memberi
hormat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar