Benci masa
itu, saat dimana aku menyukaimu secara diam-diam. Hanya bisa melihatmu dari
kejauhan tanpa menginginkan dirimu tau bahwa mata ini rindu dengan sorotmu yang
mampu menyegarkan mataku secara alami dan mendalam. Benci saat menonton
kelincahan tubuhmu ketika berinteraksi dengan sesamamu, sedangkan diri ini
hanya mampu terdiam di sudut yang tak mempunyai bayang, seperti paku yang
merindukan palu, sudah jenuh dengan proses oksidasi yang berlarut-larut
Aku berkaraat!!
Bertemu denganmu adalah perjanjian
sepihak, perjanjian yang hanya disetujui dan dikehendaki oleh satu pihak. “apanya
yang sepihak bodoh! Dia saja bahkan tak tahu bahwa kau berjanji pada dirimu
untuk mencarinya setiap hari”, sisi lain dari diriku seringkali berteriak
seperti itu. Entahlah aku tak mengerti apakah sisi lain itu mencoba menghiburku,
atau.. malah meyakinkan ku bahwa aku sedang asik tercebur dalam sumur penantian
yang tak mempunyai sudut. Tak mempunyai batas, hanya kegelapan yang berbisik
menawari Harapan yang tak kunjung bersinar
Aku benci saat kau ingin beranjak
dari depan mata ku dan berkata bahwa kau punya urusan lain. Kau berniat
melanjutkan aktifitasmu, melanjutkan harimu. Tapi apakah kau tak tau, kepergian
itu yang membuat hari ku terhenti secara paksa. Aku benci tak bisa memintamu untuk
tinggal sebentar lagi saja. Tak bisakah kau disini sebentar? Sekedar menemaniku
membunuh sepi.. emm tidak tidak, jika memang aku bisa membuat mu untuk tinggal lebih
lama lagi, aku tidak akan minta sebentar, aku akan meminta mu untuk tinggal
Selamanya. Yaa … walau ku tahu di dunia fana ini tidak ada waktu sepanjang selamanya.
Hanya ada dalam dongeng pengantar tidur dan film-film roman picisan, selalu
mempertontonkan kemudahan mendapatkan seseorang yang kita suka. Tragic
Aku benci melihat nama orang itu ada
dalam pesan masukmu. Aku sadar, aku terlalu lancang dan berlebihan dari sekedar
pengagum rahasiamu. Maaf. Kau boleh murka dengan tubuh ini, tapi jangan kau
pernah memaksaku untuk menghilangkan ‘zat’ yang ada di dalam organ merah tua
ini. Entah apa namanya.
Kau tak perlu bertanggung jawab atas perasaanku terhadapmu,
karena aku tak pernah memintanya. Perasaan ini tumbuh dengan sendirinya seperti
tumbuhan bunga yang tidak mengharapkan ilalang. Tumbuh dengan liar, tanpa harus
kau pupuk, tanpa harus kau siangi. Kau tinggal menikmati bunganya saja yang
tumbuh seiring dengan berotasinya kau dalam angan ku.
Ambil! Petik! Tak perlu ragu kau akan membuatku layu
Dari banyaknya perhatianku kau tetap tak pernah sadar bahwa
ada perasaan yang berbeda, jauh terkubur dalam kesunyian ruh ku. Ya aku tau
kita masih teman biasa dan akan selalu seperti ini. Apalagi yang aku harapkan
haah?!! Lidah ku saja tak pernah berani berbicara cinta denganmu. Aku juga tak
mau menyeretmu masuk ke dalam hubungan yang didalamnya dibanjiri oleh
permasalahan yang pelik dan rumit.
Takut. Takut akan menyakitimu. Lebih takut lagi kau yang
menyakitiku, karena jika begitu akan lebih takut lagi jika aku mendendam benci
kepada seseorang yang pernah aku kagumi.
Dengan sejuta perhatian yang tak
pernah menuntut balas.
Aku .. Sang Stalker Ulung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar