Kamis, 06 September 2012

pagi hari. taman FIB





         Suasana begitu tenang sekalipun ramai oleh para fresh graduate dari berbagai universitas.

Ditemani semangkuk bubur ayam yang baru gue beli dari penjual makanan dadakan di dekat tempat parkir. Gue yang sedari awal memulai makan sampai buburnya sudah setengah  porsi wadahnya, masih saja mengedarkan pandangan ke para fresh graduate  yang sedang berkumpul di depan gedung pusat studi jepang, yang akan mengikuti tes TOEFL untuk seleksi menjadi pegawai di BPMigas. Menurut gue mereka objek yang menarik.  Bukan penampilan mereka yang menarik, hanya saja gue jadi teringat diri gue sendiri, membayangkan kurang lebih 3 tahun dari sekarang akan menjadi seperti mereka, menjadi lulusan yang  berlomba-lomba untuk mencari kerja. Membuat gue berfikir untuk jangan sampe kuliah main-main, karena dunia kerja punya persaingan yang cukup ketat. Terutama untuk pekerjaan yang punya penghasilan mapan.

Selesai menghabiskan seporsi bubur ayam, gue menyergap satu  botol Nu green tea madu yang sedari tadi gue taruh di samping tempat duduk. Sambil meneguk, gue memperhatikan ayah gue yang masih asik ngobrol dengan teman SMA nya dari Kuningan, Cirebon. Sudah cukup lama mereka lulus dari SMA namun keakraban yang mereka miliki sama sekali tak terlihat kaku. Seperti teman yang baru berpisah beberapa bulan. Jadi ngebayangin kalo gue ketemu sama teman-teman SMA dan SMP nanti. Ketika kita semua udah sukses dan berkeluarga. Haha. Bakal seru seperti dulu gak ya? Hmm

Tanpa sadar dan tanpa peringatan waktu berlari begitu aja. Tiba-tiba habis masa muda gue. Itu semua akan terasa sia-sia kalo waktu gak kita isi dengan hal-hal yang bermanfaat.

“ndi, abdi kaditu dulu nyak mau ngerokok hehe” izin teman ayah gue kepada ayah gue. Tak tega membiarkan ayah gue menjadi perokok pasif
“sok atuh cep, tapi henteu nanaon lamun daek di dieu oge”
“henteu ah, ganggu endi lah” sambil menyunggingkan senyum
“yaa sok atuh dah”

Tiap kali ayah gue berbicara bahasa sunda baik itu sama saudara atau siapapun, rasanya gue sangat menikmati aksen mereka. Terdengar halus dan .. lucu menurut gue. Tertarik untuk terbiasa dengan bahasa itu.

Puas meneguk setengah botol teh, gue bertanya ke ayah gue..
“masih akrab ya bi? Padahal udah cukup lama ga ketemu”
“iya, dan sebenernya dia juga masih ada hubungan sodara sama abi. haha lucu tadi cerita masa-masa SMP sama SMA dulu. Daridulu dia sohib abi, kalo ada masalah sekolah sampe masalah asmara, abi curhatnya sama dia, jadi dia udah tau jelek-jeleknya abi, begitupun sebaliknya”.  jelas ayah gue sambil menyunggingkan senyum.
“oh pantes masih keliatan akrab banget”
“iya ..” jawab ayah gue dengan nada gantung, tiba-tiba melanjutka pembicaraan …

“tadi dia juga cerita sama abi, banyak yang berubah dari temen – temen abi dulu”
“berubah gimana?” Tanya gue penasaran
“macem-macem laah … ada yang dulu prestasinya biasa aja eh sekarang katanya sukses dan kaya.  ada yang prestasinya bagus, sekarang dia biasa aja bahkan cenderung ‘sederhana’. terus Ada yang dulu agamanya kocar-kacir sekarang jadi alim banget.   yaa pokoknya macem-macem” ayah gue menjelaskan
“hmm” jawab gue sederhana

Ada hening yang panjang …

kemudian ayah gue melanjutkan pembicaraannya.  lebih terdengar seperti nasihat dan masukan dari seorang ayah kepada anaknya ketimbang obrolan basa-basi biasa. Dia bilang,

dari cerita dan kisah temen-temen abi tadi, kita bisa ambil pelajaran. Bahwa, nasib seseorang dan masa depan seseorang tidak saklek hanya bisa ditentukan dari masa lalunya. Jika masa lalunya buruk belum tentu masa depannya bakal buruk. Begitu juga sebaliknya dengan mereka yang dulunya baik, sama sekali ga ada jaminan bahwa mereka akan menjadi orang baik dan sukses pula di masa depannya.
Tapi memang, masa depan ada di tangan kita dan sifat kita yang sekarang cukup punya andil dalam menentukan jadi apa dan bagaimana kita nanti.
Masa depan itu ibarat kertas baru yang masih kosong dan masih putih bersih. Kertas putih itu ga akan jadi kotor ataupun ternoda sedikitpun hanya karna halaman sebelumnya banyak coretan. Jadi kita ga bisa men-judge seseorang hanya karna masa lalunya. 

Azmi bisa ambil contoh dari sahabat Rasulullah SAW. Emm, misalnya Umar Bin Khatab. Azmi udah tau kan bahwa sebelum Umar jadi pengikut Rasulullah, dia itu termasuk orang kafir yang sangat-sangat menentang Rasulullah. Dia juga termasuk pria Kafir Quraisy yang terbaik dan paling ditakuti. Dia pernah mau membunuh Rasulullah ketika tau bahwa adiknya sudah masuk islam. Tuh coba bayangin seberapa dia menentangnya dan ga terimanya sama ajaran islam. Tapi coba lihat setelah dia masuk islam …  bener-bener berubah 180 derajat. Dia berubah menjadi seorang Mukmin yang taat dan membela Rasulullah habis-habisan. Bisa dibilang dia sebagai tamengnya Rasulullah. Siapa yang berani menentang Rasul, dia orang pertama yang siap melawan. Sangat-sangat berbeda kan dengan dia saat masih kafir.

Intinya masa lalu tidak bisa ‘saklek’ menentukan masa depan, hanya punya andil. Tapi tidak sepenuhnya. 

Kita juga jangan mau ngotorin kertas yang masih putih bersih itu. Dari sekarang harus punya rencana mau diapain tuh halaman yang masih kosong. Dan Jangan sampai kita juga punya rencana buat ngotorin tuh halaman yang masih baru” senyuman ayah gue mengakhiri perkataannya.

Omongannya kali itu sangat dalam. Gue mengerti, Secara ga langsung dia meminta gue untuk membuat rencana kehidupan gue di masa depan. Meminta gue untuk menyusun rencana Baik di pikiran sebanyak-banyaknya. Supaya gak ada waktu yang dibiarkan gitu aja

Dan obrolan kali itu adalah Perbincangan paling indah yang pernah kami lalui.



Agustus 26
Pagi hari. Taman Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya
Universitas Indonesia


Untukmu, yang tak pernah lelah  menuntunku

Love you,
.. Dad ..




Tidak ada komentar:

Posting Komentar